Kisah Sebatang Bambu
Suatu hari kumpulan bambu sedang berdiskusi bahwa dirinya
senang menjadi bambu namun ada satu bambu berkata bahwa ia tidak senang karena
ia pasti akan ditebang dan keindahan dirinya akhirnya hilang. Teman-teman bambu
yang lain tidak setuju tentang pendapat ini, dan kemudian memberi nasihat bahwa
sebenarnya kita ditebang bukan untuk menjadi musnah namun dibentuk menjadi
lebih berarti. Bambu bijak berkata lagi bahwa diri kita sudah dipercantik oleh
pencipta mengapa kita tidak membantu mempercantik ciptaan yang lainnya. Bambu yang
egois tadi menjadi sadar bahwa benar, ketika dirinya sebagai pohon ditebang
bukan kemudian musnah namun dibentuk lebih indah dan cantik, menjadi lebih
berguna seperti halnya untuk rangka atap rumah, kerajinan dan lain sebagainya. Akhirnya
bambu sadar dan senang menjadi sebuah bambu.
Ajaran Kitab Suci
Spiritualitas bambu tadi rupanya sama seperti apa yang
dilakukan oleh Yesus. Yesus mencoba menjadikan dirinya berarti untuk orang
lain. Terlihat Ketika Yesus berkorban untuk menebus dosa-dosa manusia. Namun
yang harus diperhatikan juga, sebelum Yesus mengorbankan diriNya ada banyak
perbuatan Yesus yang patut diperhatikan baik-baik. Contoh dalam hal memperindah
dunia ini. Banyak kejadian yang rupanya membuat Yesus dimusuhi, Walaupun masih
banyak juga yang merasa bahagia dan terselamatkan. Oleh sebab itu alangkah
baiknya juga kita melihat pergaulan Yesus bersama orang banyak.
Cara Yesus memberi perhatian kepada orang banyak cukup
bervariasi, di mana ketika bersama dengan orang yang menderita Yesus tampil
sebagai pembawa kasih dan kedamaian namun untuk orang yang berbuat salah Ia
akan menegur dengan cukup keras. Hal ini terlihat ketika Yesus menegur orang di
bait Allah yang menjadikan bait Allah sebagai sarang penyamun. Saat itu sikap
Yesus tergolong keras dalam menegur yaitu dengan menggulingkan meja-meja tempat
berjualan yang ada di sana.
Walaupun perbuatan Yesus terkesan keras namun semuanya itu
untuk terciptanya kebahagiaan bagi banyak orang yang mencari keheningan dan
kedamaian di dalam bait Allah itu. Jika kita melihat dari sisi pedagang pasti
ada rasa jengkel, marah dan tidak menyukai Yesus. Hal itu wajar saja, pedagang
akan merasa Yesus terlalu ikut campur urusan dirinya. Namun seharusnya yang
terpenting adalah bagaimana para pedagang sadar bahwa bait Allah jangan sampai
disalah gunakan. Mereka seharusnya sadar bahwa Allah akan memperindah hidup
mereka yang berbuat kebaikan.
Bagaimana dengan kita sekarang?
Spiritualitas bambu seharusnya melekat pada diri kita juga.
Kita seharusnya mempu mempercantik dunia ini dengan talenta yang dimiliki.
Walaupun dalam kenyataannya relasi dengan sesama tidak begitu mudah karena
kerap kali ada perselisihan. Tapi walaupun ada perselisihan kita harus tetap
berjuang untuk mempercantik dunia dan dengan keyakinan bahwa kedamian akan
tercipta ketika semua orang menyadari dan bersikap sesuai dengan ajaran
kebaikan itu sendiri. Menegur orang, memang hal yang kerap kali sulit untuk
dilakukan, namun kita harus seperti Yesus, yang mau menegur demi untuk
terciptanya kedamaian. Harapannya adalah orang yang kita tegur mau menyadari
kesalahannya bukan malah marah seperti para pedagang di bait Allah. Penting
juga adalah sikap rendah hati seperti bambu walaupun harus meninggalkan
keakuannya yang lama dan menjadi aku yang baru yang lebih sempurna. Maka kita
juga diharapkan lebih mencintai kodrat kita sebagai manusia yang mencoba untuk
memperindah dunia ini.